Info tentang pengetahuan ilmu Sastra Indonesia, Inggris, Arab, serta Budaya bangsa dan Usaha Ekonomi Masyarakat

Novel Old The Man and The Sea Karya Ernest Heming Way

Unknown

Oke guys ini adalah coretan coretan tentang novel On The Man and The Sea..
Tugas Kuliah 2010

Individualisme Tokoh dalam Novel “Old The Man and The Sea Karya Ernest Heming way

Old the Man and the Sea mengisahkan ulang tentang perjuangan kepahlawanan antara seorang lelaki nelayan tua yang berpengalaman dengan seekor ikan marlin raksasa yang disebut sebagai tangkapan terbesar dalam hidupnya. Cerita diawali dengan cerita bahwa nelayan yang bernama Santiago tersebut telah melewati 84 hari tanpa menangkap seekor ikan pun (kemudian disebutkan dalam cerita ternyata 87 hari). Dia tampaknya selalu tidak beruntung dalam menangkap ikan sehingga murid mudanya, Manolin dilarang oleh orangtuanya untuk berlayar dengan si lelaki tua dan diperintahkan untuk pergi dengan nelayan yang lebih berhasil. Masih berbakti kepada si lelaki tua tersebut, Manolin mengunjungi tempat Santiago setiap malam, mengangkat peralatan nelayannya, memberinya makan dan membicarakan olah raga bisbol Amerika dengan si lelaki tua. Santiago berkata pada Manolin bahwa di hari berikutnya dia akan berlayar sangat jauh ke tengah teluk untuk menangkap ikan, dan dia yakin bahwa gelombang nasibnya yang kurang beruntung akan segera berakhir.

Maka di hari ke-85, Santiago berlayar sendirian, membawa perhunya yang kecilnya jauh ke tengah. Dia mengatur jaringnya, dan di siang selanjutnya, seekor ikan besar yang dia yakin adalah seekor ikan marlin menggigit makannya. Santiago tidak dapat menarik ikan tersebut, malah mendapati perahu kecilnya yang justru ditarik oleh sang ikan raksasa. Dua hari dua malam lewat dalam situasi tersebut, dan selama itu si lelaki tua menahan tali jeratnya dengan tenaganya sendiri dengan susah payah. Walaupun dia sangat kesakitan dan terluka dalam perjuangannya, Santiago merasakan rasa kasih, haru dan penghargaan untuk lawannya, kerap menyebut sang ikan sebagai teman bahkan saudaranya. Dia juga memutuskan bahwa karena kedudukan besar sang ikan, tak ada seorang pun yang layak untuk memakan ikan tersebut.

Di hari ketiga perjuangannya, sang ikan mulai mengitari perahu kecilnya, menunjukkan kelelahannya pada si lelaki tua. Santiago, sekarang telah kehabisan tenaga, mulai mengigau, dan hampir tidak waras, menggunakan seluruh sisa tenaga yang masih dimilikinya untuk menarik sang ikan ke sisi perahunya dan menikam sang marlin dengan sebuah harapan dengan demikian mengakhiri perjuangan panjang antara si lelaki tua dan sang ikan yang sangat kuat bertahan.

Santiago mengikat bangkai sang marlin di sisi perahu kecilnya dan mulai berlayar pulang, berpikir tentang sebuah harga yang tinggi yang akan diberikan sang ikan dipasar ikan dan jumlah orang yang dapat menikmati hasil tangkapannya tersebut. Selama Santiago melanjutkan perjalanannya pulang ke pinggiran laut, banyak ikan hiu mulai tertarik dengan jejak jejak darah yang ditinggalkan sang marlin di air. Yang pertama adalah ikan Hiu mako yang dibunuh Santiago dengan harpunnya, menyebabkan dia kehilangan senjata tersebut. Dia kemudian merakit sebuah harpun baru dengan mengikat bilah pedangnya ke ujung sebuah dayung perahu untuk mengusir pergi hiu-hiu yang berdatangan selanjutnya. Lima hiu dibunuhnya dan banyak hiu lain yang akhirnya pergi. Di malam harinya hiu-hiu tersebut telah melahap habis seluruh bangkai sang marlin, meninggalkan hanya tulang , ekor dan kepalanya di mana di kepalanya masih tertancap harpun nelayan si lelaki tua. Santiago sangat sedih dan menghukum dirinya sendiri karena telah mengorbankan sang marlin, dan akhirnya sampai di tepian laut sebelum subuh keesokan harinya. Dia berjuang untuk berjalan menuju gubuknya, membawa tiang kapalnya yang berat di atas pundaknya. Setelah tiba di rumah, dia merebahkan dirinya di tempat tidur dan masuk ke dalam tidur yang panjang.

Keesokan harinya sekelompok nelayan berkumpul di sekeliling perahu yang mana kerangka sang ikan masih terikat. Salah satunya mengukurnya sepanjang 18 kaki dari mulut moncongnya ke ekor Bahkan para warga asing yang duduk di warung kopi dekat di situ salah menyangkanya sebagai ikan hiu. Manolin yang terus khawatir selama perjalanan si lelaki tua, menangis terharu saat dia mendapati Santiago sedang tertidur lelap. Anak laki-laki itu kemudian membawakankoran dan secangkir kopi panas untuk si lelaki tua. Saat Santiago terbangun, Manolin berjanji untuk pergi menangkap ikan bersama-sama lagi dengan gurunya tersebut, dan saat kembali tidur, Santiago kemudian bermimpi tentang seekor singa yang hidup di pantai Afrika


Realisme, Naturalisme, dan Hemingway


Bagi Hemingway dan penulis Amerika lainnya dari awal abad ke-20, realisme bukan hanya suatu teknik dalam penulisan sastra melainkan cara untuk menyuarakan kebenaran. Walaupun prosa Amerika pada saat di antara perang mengadakan percobaan dengan sudut pandang dan bentuk, secara keseluruhan orang Amerika menulis dengan lebih realistis daripada orang Eropa. Novelis Ernest Hemingway menulis tentang perang, perburuan, dan kegiatan maskulin lainnya dalam gaya yang “telanjang” dan biasa saja. Pentingnya menghadapi kenyataan menjadi tema dominan di dasawarsa 1920-an dan 1930-an: penulis seperti F. Scot Fitzgerald yang kemudian banyak mempengaruhi cara penulisan Hemingway, berulang kali menggambarkan tragedi yang menunggu orang-orang yang hidup dalam mimpi.

Ernest Hemingway yang memiliki pengalaman tentang Perang Dunia, pada dasarnya seorang jurnalis yang juga penulis fiksi, Hemingway melihat kehidupan pada yang termentah, di tempat-tempat kumuh di medan perang. Cerita pendeknya, ”A Farewell to Arms” mewakili bentuk sastra tersebut. Novel yang dibuatnya pada saat Perang Sipil Spanyol, For Whom the Bell Tolls, menjadi salah satu novelnya yang terbaik. Di tahun 1952, Hemingway kembali diakui kehebatannya lewat sebuah novelnya yang mengagumkan, The Old Man and The Sea, novel puitis tentang seoarang nelayan tua miskin yang secara heroik menagkap ikan yang sangat besar.

Dalam karyanya ini, Hemingway menegaskan posisinya sebagai penulis naturalis yang mapan.Karya Hemingway, A Farewell to Arms (1929) adalah salah satu yang terbaik, sebagai cerita pendek Amerika yang naturalistik. Cerita tentang seorang perawat Inggris yang jatuh cinta kepada tentara Amerika, dimana wanita yang menjadi tokoh utama dalam cerita tersebut meninggal saat melahirkan. Subyek keduniawian milik Hemingway, obyektifitas, serta caranya yang tak menggurui, menandakan cerita tersebut sebagai sebuah karya naturalis.

Baik realisme ataupun naturalisme, kedua-duanya menampilkan sesuatu sebagaimana adanya tetapi lebih didominasi oleh sifat kebenaran fisik dari alam, menampilkan pandangan objektif tentang manusia secara teliti dan jujur, baik atau buruk.

Hemingway dalam karya-karyanya dengan berani telah mengungkapkan sisi bawah lingkungan masyarakat, perang, dan kemiskinan. Dengan kata lain, Hemingway dengan gamblang menceritakan masalah-masalah sosial dan menggambarkan manusia sebagai korban yang tak berdaya dari kekuatan sosial dan ekonomi yang lebih besar. Sebuah gambaran kerusakan kekuatan ekonomi dan pengasingan terhadap individu .

Tobe Continue........Masih ada Lanjutannya lho...
Hal 1

1 comments:

  1. Mas dedik kira2 masalah sosial apa saja yg ada dalam the old man and the sea

    ReplyDelete