Info tentang pengetahuan ilmu Sastra Indonesia, Inggris, Arab, serta Budaya bangsa dan Usaha Ekonomi Masyarakat

Resensi Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toor

Unknown

Resensi Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toor
Membaca buku Arok Dedes ini terkadang membuat saya ingin menulis resensinya. Buku yang sudah lama tapi nuansa politik ini saya rasa hampir sama dengan semangat politisi kita zaman ini. Semangat merebutkan kekuasaan.

Resensi Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toor
Buku ini awalnya merupakan buku yang pertama dari tetralogi novel Arok Dedes, buku selanjutnya adalah Mata Pusaran dilanjutkan  Arus Balik dan sebuah Drama Mangir. Sangat tepat jika buku karya Pramoedya Ananta Toer semua ini disebut sebagai salah satu sumbangsih untuk sumbangan Dunia khusunya Indonesia. Siapa yang tak kenal Pram ? kandidat orang Asia paling utama untuk mendapat Hadiah Nobel Sastra. Penulis kontroversial yang dilahirkan di tanah Blora, Jawa Tengah pada tahun 1925 serta menghabiskan hampir setengah hidupnya dalam penjara-penjara gelap, sebuah wajah semesta paling purba bagi manusia yang bermartabat.

Arok Dedes merupakan roman politik yang kompleks dengan latar dari pedalaman sejarah kerajaan di Jawa. Bercerita tentang kudeta pertama kali di Nusantara. Kudeta Jawa. Kudeta licik dan cerdik. Berdarah namun pembunuh sejatinya (bangga) bertepuk dada menikmati banyak penghormatan yang tinggi. Di dalamnya Melibatkan gerakan militer, yang menyebarkan prasangka buruk dari dalam, mengadu antar kawan, dan memanasi pekubuan. Aktornya bekerja seperti hantu mala hari. Kalaupun gerakan ada yang tau, namun tak ada bukti yang benar bagi penguasa untuk menghilangkannya.

Arok adalah salah satu simbol dari gabungan mesin para militer licik serta politisi sipil cerdik dan rakus (dari kalangan sudra/agrari menginginkan nasib menjadi panguasa tunggal raja di tanah jawa). Arok tak seharusnya memperlihatkan tangan yang berlumur darah dalam mengiringi kejatuhan raja Ametung di Bilik Agung, politik tak selalu diidentikkan dengan perang terbuka. Bahkan Politik adalah permainan seperti catur di atas papan yang butuh kejelian, Tak ada lawan dan kawan. Yang ada hanyalah tahta dimana seluruh keinginan hasrat bisa diletuskan sejadi-jadi seperti yang dimau.

Hal yaang lebih menarik dari cerita ini adalah kecerdasan seorang penulis dalam mengangkat kompleks permasalahan dengan sangat lancar, mengalir serta membangun suasana dalm cerita. Di awali dari latar belakang seorang Arok, seorang sudra tidak jelas asal usul, namun menjelma jadi Ksatria sekaligus Brahmana. Arok juga merupakan persamaan yang unik antara penganut Budha, Wisnu dan Shiwa. Karena dalam perjalanan hidup dia belajar dari macam-macam guru yang berbeda keyakinan dan pemahaman.

Keterlibatan orang beragama dalam memperebutkan kekuasaan juga diulas secara halus serta mengalir dalam cerita novel Pram. Keberadaan Belakangka yang menjadi wakil Kerajaan Kediri yang di Pakuwuan Tumapel membuktikan ambisi dan pengaruh bangsawan. Restu dari orang Brahmana yang diperoleh Arok dalam menggulingkan akuwu, serta kehidupan sehari-hari para Brahmana merupakan bukti bagaimana kebijaksanaan dan ambisi kaum agama dipertontonkan.

Nuansa feodalis jawa yang sangat kental juga tak terbantahkan sekali. Pola komunikasi diantara kasta-kasta yang diskriminatif, terlihat mulai dari panggilan (Yang Suci serta Yang Mulia). Belum lagi kelakuan terhadap kaum sudra, ironis kehidupan para budak harus dikenali dari tapas dikepala, hingga pada nasib para jejaro yang harus dipotong lidah mereka demi menjaga rahasia. Serta masih banyak lagi fakta yang miris yang berkaitan dengan feodalis jawa dibuktikan ,kebiasaan sampai saat ini masih menjadi kebanggaan bagi sebagian banyak orang.

Sistem pemanfaatan perempuan dlm perebutan kekuasaan pun merupakan cerita yang lebih menarik dan menentukan, seperti Arok berhasil memanfaatkann Dedes sebagai umpan serta tahta di dapat dengan cara cemerlang dan tanpa cacat. Alur cerita ini ditutup dengan cara unik, selain mendapat tahta Tumapel, ken Arok juga menyatukan penganut Wisnu dan Shiwa di dalam satu kekuasaan. Tokoh Umang, istri pertama kali Arok adalah seorang Wisnu sedangkan Dedes merupakan istri kedua Arok seorang murni darah Brahmani Shiwa. Baca juga Resensi Novel Pramoedya Ananta Toor Arus BalikSemoga artikel ini bermanfaat Resensi Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toor

0 comments:

Post a Comment